Selasa, 23 Maret 2010

Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren

Pondok Pesantren Al-Ittihad didirikan oleh seorang Alim, bernama Simbah KH Misbah. Beliau dilahirkan di desa Gogodalem Bringin Kab. Semarang dari seorang ayah yang bernama K. Raden Mertodito dan ibu yang bernama Nyai Asiyah, keturunan orang yang memperhatikan agama Islam. Adapun hari kelahiran dan perjalanan hidupnya dari masa anak-anak sampai dewasa beliau, dapat ditelusuri sejarahnya. Dengan istri pertamanya beliau tidak di karuniai putra, kemudian sepakat untuk furqoh (bercerai). Kemudian beliau menikah yang kedua kalinya dengan gadis dari Kauman Lor Pabelan Salatiga, namun setelah dikaruniai dua putra (Ikrom dan Askirom) tidak ada kecocokan kemudian furqoh. Setelah itu, istri kedua beliau memohon agar Mbah Misbah untuk menikah dengan adiknya yang bernama Aisyah, dan mereka sanggup untuk menjadi khodim beliau. Sejak pernikahan beliau dengan Aisyah, beliau pindah ke Padaan, Pabelan dan pada tahun 1810 M, lahir putra yang pertama yang diberi nama Umar (Hasan Asy’ari). Tidak lama kemudian pindah ke Ngawi, di Ngawi lahir dua putra (Toyib dan Marzuqi) dan satu putri (Khotijah). Setelah 22 tahun di Ngawi beliau pindah ke Cikalan (sebelah timur Dusun Poncol).

CIKAL BAKAL ULAMA’ PONCOL

bah Misbah yang mempunyai ilmu syari’at, beliau merasa bertanggung jawab untuk “nasyrul ‘ilmi waddin”. Kabar kealimannya didengar oleh Mbah Sinder, penguasa Getas (sebelah selatan Poncol). Pada tahun keempat sekembalinya dari Ngawi beliau diminta oleh Mbah Sinder untuk mengamankan daerah sebelah utara Getas, yaitu wilayah Ngerkesan, yang terkenal angker, letaknya di antara dua aliran sungai yang bertemu dan menjorok, daerah inilah yang disebut Poncol . Ngerkesan dikatakan angker, sebab jika ada orang yang melewati daerah tersebut maka keselamatannya tidak dapat dijamin. Berkat izin Allah SWT., beliau dapat mengamankan daerah tersebut. Sebagai imbalannya daerah tersebut menjadi milik beliau. Bukan pekerjaan yang ringan untuk mengubah hutan belantara menjadi tempat pemukiman dan bercocok tanam seperti sekarang ini. Maka Mbah Misbah dengan dibantu oleh Yadi dan Safron melaksanakan tugas tersebut, walaupun putera-puteri mereka masih kecil-kecil. Adapun Umar ( Hasan Asy’ari ) kerjanya hanya bermalas- malasan dan suka kelenceran, hanyalah orang-orang yang punya ketabahan, kesabaran, dan keuletan yang dapat melaksanakan tugas berat tersebut.

BERDIRINYA PONDOK PESANTREN

Setelah menjadi tempat pemukiman selanjutnya tempat tersebut dijadikan sebagai tempat basis dakwah beliau. Karena kealiman dan kearifannya, pengajian beliau banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar bahkan dari luar daerah. Sebagai pemecahannya didirikan masjid sebagai pusat pengajian beliau. Semenjak itulah Umar (Hasan Asy’ari) mulai sadar yang akhirnya dia mulai mau mengaji. Umar mulai mengaji di Termas, kemudian ke Mangkang dan yang terakhir kalinya ke daerah Jambu, Ambarawa, yaitu ke tempat Simbah Kiai Zainuddin. Karena kelimpatannya dalam menimba ilmu, Umar pulang setelah dinikahkan dengan putri gurunya yang bernama Natijah. Setelah kembali ke Poncol, Umar turut membantu romonya untuk mengurus santri yang semakin bertambah banyak. Lalu sebagai jalan keluarnya dibangunlah kamar yang berukuran 10 petak. Dengan demikian tambah ramailah Poncol dengan penimba ilmu kebijaksanaan.

PULANG KE RAHMATULLAH

Saat Kiai Hasan Asy’ari dikaruniai 9 putra, beliau sudah menunaikan ibadah haji. Pada tahun 1332 H oleh H. Thoyib (lurah Popongan ), beliau dibiayai untuk naik haji yang kedua, pada waktu inilah Simbah KH. Misbah ingin melaksanakan ibadah haji dengan putranya, namun beliau tidak memiliki biaya sedikitpun. Kemudian beliau melaksanakan i’tikaf selama 40 hari. Dengan kehendak Allah menjelang keberangkatannya, banyak orang yang datang menghaturkan bekal untuk ziaroh ke makam Rosululloh. Sesampainya di Mekkah beliau melaksanakan ibadah hajinya dengan sempurna. Pada bulan Rojab beliau berziaroh ke Madinah, saat sampai di wadi Fatimah, beliau sakit dan tidak dapat menyempurnakan ziarohnya ke makam Nabi Muhammad SAW. Sekembalinya ke kota Mekkah, sakit Beliau bertambah parah, dan pada tanggal 27 Romadhon, tepatnya jam 12 siang, beliau menangis sejadi-jadinya. Kawan-kawan haji bergiliran menunggu beliau. Ketika sampi giliran Kyai Hasan, Mbah Misbah berkata “lee anakku, olehku nangis iki, rikolo aku ora turu dumadaan aku kerawuhan Gusti Rosul, aku ora pangkling sebab aku wis bola-bali ngimpi ketemu Gusti Rosul. Dene olehe dawuhi durung mari kangen marang aku, sebabe aku sowan namung sedelok kerono aku loro, lan kersane arep mulang penggawe haji. Wusono kesat durung tutuk mulang, bacut sedo ono imaman hanafi. Iku aku terus nangis, kesat wasiat hajiku kon nglakoni kowe lan kabeh perkarane mbok lan dulur-dulurmu kon masrahake kowe”. Itulah pesan Mbah Misbah kepada Kyai Hasan. Kemudian sakitnya bertambah parah, dan pada hari senin tanggal 12 Dzulhijjah tahun 1332 H, di kota Mekkah Al Mukarromah, Beliau sowan ke hadirat Allah SWT.